Tsabit bin Qais رضي الله عنه Mengkhawatirkan Amalannya Terhapuskan
Nasab Sahabat Tsâbit bin Qais رضي الله عنه
Para Ulama sejarah telah menuliskan garis pernasaban Tsâbit bin Qais dalam karya-karya mereka. Lengkapnya, Tsâbit bin Qais bin Syammâsy bin Zuhair bin Mâlik bin Imru`ul Qais al-Khazraji al-Anshâri رضي الله عنه .
Seorang Orator Kaum Anshâr
Sahabat dari kaum Anshâr ini dikenal memiliki suara tinggi dan lantang dan balîgh (fasih dalam berbicara). Kefasihan dan kecakapan dalam berpidato dengan gaya bahasa sastra tinggi tampaknya turun dari kakek keempatnya, Imru’ul Qais, salah seorang penyair ulung di masa Jahiliyah yang karyanya dipertontonkan di Pasar Ukâzh.
Dengan kecakapannya dalam berbicara, Sahabat Tsâbit bin Qais رضي الله عنه didaulat sebagai Khathîbul Anshâr, pembicara yang mewakili kaum Anshâr. Sahabat inilah yang mewakili kaum Anshar untuk berbicara kepada Rasûlullâh ketika pertama kali datang ke kota Madinah dalam perjalanan hijrahnya dari Mekah. Ia mengatakan, “Kami akan lindungi engkau sebagaimana kami melindungi diri kami dan anak-anak kami. Jika demikian, apa balasannya bagi kami?”. Rasûlullâh ﷺ menjawab, “(Balasan bagikalian adalah) surga”. Orang-orang pun mengatakan, “Kami rela (dengan balasan itu)” (HR. al-Hâkim dalam al-Mustadrak 3/234 dan menilainya sebagai hadits shahih. Imam adz-Dzahabi رحمه الله menyetujuinya).
Takut Amalannya Terhapus
Semakin tinggi keimanan seseorang, maka ia kian tekun melakukan muhasabah (introspeksi diri). Kesedihan akan mendera hatinya tatkala merasakan jauh dari rahmat Allah سبحانه وتعالى atau terancam oleh neraka. Demikianlah yang dialami oleh Sahabat Tsâbit bin Qais رضي الله عنه. Kesedihan dan kegundahan meliputi hatinya ketika turun satu ayat yang ia pahami mengarah kepada dirinya yang bersuara keras dan lantang. Dengan suara itulah ia berbicara dengan Rasûlullâh ﷺ Ayat yang dimaksud ialah firman Allâh سبحانه وتعالى :
﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ ﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu kepada sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. al-Hujurât/49:2)
Mengetahui ayat ini turun, Tsâbit رضي الله عنه hanya berdiam diri di rumah dengan wajah tertunduk sedih. Menghindar dan menghilang dari hadapan Nabi Muhammad ﷺ untuk sekian waktu. Bahkan ia menganggap dirinya termasuk penghuni neraka. Ia mengkhawatirkan pahala amalannya terhapuskan dan sirna karena suara keras yang ia miliki, sebagaimana ancaman yang terkandung dalam ayat di atas.
Nabi ﷺ pun merasa kehilangan Tsâbit رضي الله عنه yang tidak kelihatan sekian waktu.1 Seorang lelaki mengatakan, “Wahai Rasûlullâh, aku akan mencari tahu tentang dirinya untukmu”.
Lelaki itu mendatangi dan menemukan Tsâbit dalam keadaan sedih dengan kepala menunduk di rumahnya. Ia pun bertanya, “Ada apa dengan dirimu (wahai Tsâbit)?”.
Tsâbit menjawab, “Sangat buruk. Telah meninggikan suara di atas suara Nabi ﷺ Sungguh amalanku telah terhapus, dan menjadi penghuni neraka”.
Mendengar itu, si lelaki mendatangi Rasûlullâh ﷺ guna menyampaikan isi hati kegundahan dan kesedihan Tsâbit رضي الله عنه .
Akhirnya, kabar gembira datang dari Rasûlullâh ﷺ . Rasûlullâh ﷺ tidak hanya sekedar meluruskan pemahaman Tsâbit tentang ayat itu dan menenangkannya, bahkan menegaskan kalau dirinya termasuk penghuni surga. Kata Rasûlullâh ﷺ kepada lelaki itu , “Pergilah datangi dia (lagi). Katakan kepadanya, engkau tidak termasuk penghuni neraka. Akan tetapi, engkau adalah penghuni surga”. 2
Hadits ini dikatakan Imam Nawawi رحمه الله berisi manqabah (keutamaan) yang agung bagi Tsâbit bin Qais رضي الله عنه karena Nabi ﷺ mengabarkan bahwa dirinya termasuk penghuni Jannah. (Syarh Shahîh Muslim 2/134).
Melihat Penghuni Surga Berjalan di Bumi
Persaksian akan kebaikan diri Tsâbit dan keselamatannya dari neraka datang langsung dari Rasûlullâh ﷺ Persaksian baik yang tidak akan menyisakan sedikit pun keraguan akan kebenarannya. Para Sahabat pun menyebutnya sebagai penghuni surga yang berjalan di permukaan bumi. Kata Sahabat Anas bin Mâlik رضي الله عنه dalam riwayat Imam Muslim, “Kami memandangnya sebagai seorang lelaki dari penghuni surga yang berjalan di tengah kami”.
Syahid dalam Perang Yamâmah
Kehidupan penghuni surga ini masih berjalan di permukaan bumi ini berakhir sangat manis. Banyak peperangan yang beliau sertai, semenjak perang Uhud, tidak pernah absen dalam peperangan. Beliau gugur syahid dalam perang Yamâmah dalam rangka memerangi Musailamah al-Kadzdzâb dan para pengikutnya pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddîq رضي الله عنه . 3
Penutup
Sebuah cermin teladan yang istimewa bagi umat Islam. keteladanan dari generasi yang dibina oleh Rasûlullâh Muhammad ﷺ. Ya, seorang pendidik terbaik sehingga tak mengherankan bila melahirkan insan-insan binaan yang terbaik pula, yang kemuliaan dan keunggulan mereka dalam kebaikan tidak akan pernah terkalahkan oleh generasi kapanpun. Dan merekalah generasi terbaik umat ini. Radhiyallâhu ‘an ash-Shahâbati ajma’în. Wallâhu a’lam.
Abu Minhal
Footnote:
1 Dalam hadits ini terkandung pelajaran bahwa seorang pendidik dan pemuka kaum hendaknya memiliki perhatian terhadap anak didik dan mempertanyakan keadaan orang-orang yang tidak kelihatan (tidak hadir). (Syarh Shahîh Muslim 2/134)
2 HR. al-Bukhâri no.4846 dan Muslim kitâbul îmân, bâb makhâfatilMu`mîni min An Yahbatha ‘amaluhu (bab seorang Mukmin mengkhawatirkan amalannya terhapuskan) hadits no.119. Teks hadits ini milik Imam al-Bukhâri رحمه الله .
3 Usudul Ghâbah 1/314
Edisi 8 tahun. XV Muharram 1433 – Desember 2011